Kamis, 10 Mei 2012

Wisata Rohani M2B (D+2)

Lokasi: Mt Mahawu, Tomohon, Indonesia

Kamis, 10 Mei 2012. Minahasa Tour.

Pukul 7 pagi, beberapa peserta sudah terlihat di sekitar restoran untuk makan pagi, terutama oma-oma yang terlihat segar dan bersemangat. Sesuai rencana pukul 08.00 kami semua naik ke bus dan berangkat menuju Citraland. Selama perjalan yang selalu diawali dengan doa bersama, diselingi dengan lagu-lagu pujian, terutama lagu bertemakan Maria karena bulan Mei ini Bulan Maria. 

Di depan Monumen Yesus Memberkati, Citraland Manado

Yesus Memberkati adalah sebuah monumen Yesus Kristus yang terletak di kota Manado, Indonesia. Monumen ini memiliki tinggi 50 m dari permukaan tanah, dimana patungnya sendiri memiliki tinggi 30 meter dan 20 meter adalah tinggi penopangnya. Monumen ini terbuat dari 25 ton besi fibre dan 35 ton besi baja dan terletak pada bukit tertinggi di daerah perumahan Citraland Manado. Monumen ini menjadi ikon terbaru kota Manado dan merupakan monumen Yesus Kristus yang tertinggi di Asia dan ke dua di dunia. Ide pembuatan monumen ini berasal dari Ir. Ciputra, seorang pengusaha kawakan di bidang properti di Indonesia. Patung ini memiliki kemiringan 20 derajat. Setiba disana, semua peserta terlihat sangat mengagumi hasil karya tersebut dan mulai asik berfoto.

 Pemandangan Kota Manado dilihat dari Desa Tinoor

Sedapnya ngobrol+ngopi+ngemil dengan background pemandangan kota
Kopi + buah langsep... e dodo'e

Kemudian perjalanan dilanjutkan ke daerah Tomohon menuju Desa Tinoor, namun sebelumnya kami singgah di Biara Skolastikat MSC Pineleng, menjemput Pastor Berti Tiwow, MSC., yang akan memimpin jalan salib. Dalam perjalanan menuju daerah Tinoor banyak dijumpai perkebunan cengkeh yang terkenal di Tomohon. Setiap kali panen dengan hasil bagus, masyarakat akan mengadakan pesta besar sebagai ungkapan syukur, diawali dengan acara di gereja kemudian dilanjutkan di kampung-kampung. Selain itu di sepanjang jalan dapat dijumpai warung-warung makanan khas Minahasa, yang tentu saja menyediakan berbagai makanan khas Minahasa seperti rintek wuuk, tinorangsak, tikus bumbu rw, paniki dan lainnya. Kami beristirahat sebentar di RM. Pemandangan, menikmati suasana kota Manado dari ketinggian 550 dpl, ditemani cemilan buah langsep serta secangkir kopi/teh panas. Ada menu tambahan yang ingin dicicipi oleh rombongan, yakni ragey, sate ba** dengan potongan yang besar diberi bumbu rica, tiap tusuknya hanya terdiri dari 3 potong daging, tapi sayang kurang gede... tidak seperti di daerah Kawangkoang, tapi soal rasa bolehlah diadu. Setelah puas memanjakan mata dan perut, kami melanjutkan perjalanan menuju Kebun Raya Tomohon.


Berpose di pintu masuk kawasan kebun raya Tomohon

Sekitar pukul 10 pagi, rombongan kami tiba di kawasan hutan di kaki Gunung Mahawu, sebelah timur kota Tomohon. Tibalah acara jalan salib di tempat ziarah JSSM [Jalan Salib Suci Mahawu]. Pemandangan alam di sekitar tempat ziarah JSSM ini sungguh eksotik. Suhu udaranya berkisar 15-20 derajat Celcius menyegarkan pori-pori kulit. Nah, begitu kaki menapak di perhentian pertama, akan terasa suasana alam hutan Mahawu. Patung-patung setinggi manusia yang terbuat dari lempeng-lempeng tembaga bercampur perunggu di pasang di setiap perhentian jalan salib. Kami sempat khawatir dengan kondisi oma-oma, kalau-kalau tidak bisa menyelesaikan rute jalan salib ini, walaupun boleh terbilang jalan yang ditelusuri cukup landai tapi di 2 titik, anak tangganya cukup banyak dan menanjak. Dengan iman yang kuat serta bantuan dari peserta yang lain [ditambah pula semakin kencang kami berdoa untuk kelancaran jalan salib ini], oma-oma  dapat melewati setiap perhentian dengan baik. 


 Perhentian ke-12: Yesus wafat di kayu salib

Perhentian ke-13: Yesus diturunkan dari kayu salib [akuistik Taman Pieta]

Kapel Bunda Maria

Oma Pau Ing bergaya dengan latar belakang Gn. Lokon, yang tua yang gaya... 

Berfoto bersama dengan pemandangan kota Tomohon dan Gn. Lokon

Mendekati makam Yesus, kami melewati akuistik Taman Pieta tempat adegan Bunda Maria memangku jenasah Yesus. Selanjutnya, langkah kami terhenti di lorong pintu masuk makam Yesus yang gelap.  Siapkah kita diam sejenak untuk merenungkan kegelapan dan kekosongan di makam Yesus ini? Makam Yesus kosong dan Ia sudah bangkit. Keluar dari makam, anda akan melewati sebuah jembatan di atas kolam untuk sampai ke Gua Maria ”Sanctissima” Mahawu. Sebuah jembatan yang menjembatani antara kebangkitan dan realitas hidup manusia. Di depan goa kami mohon agar dengan perantaraan Bunda Maria doa-doa kami terkabul, kemudian Pastor Berti mengakhiri kegiatan ini dengan berkat. Rombongan di arahkan menuju Kapel Bunda Maria dengan latar belakang kota Tomohon dan Gunung Lokon. Sambil menikmati pemandangan, kami mulai sibuk berfoto-foto. Kalau di Gunung Merapi di Jawa punya kuncen “Alm. Mbah Maridjan“, demikian pula dengan Gunung Lokon, di kaki gunung terdapat biara pertapaan biarawati Karmel St. Theresia Kakaskasen, masyarakat mempercayai apabila mereka tidak keluar berarti Gunung Lokon tidak dalam kondisi yang membahayakan [red: rumor masyarakat setempat]. Belum puasa rasanya menikmati keindahan yang Tuhan sediakan ini tapi waktu sudah hampir mendekati makan siang maka kami pun bergegas berangkat.


Bergaya di depan Patung Bunda Maria, Terberkatilah kami semua...Amin


Foto bersama dengan pengurus dan anggota lansia
Panti Sosial Lansia Yakobus Peduli

Sesuai rencana awal, maka sebelum makan siang di danau, kami pun singgah di Panti Lansia Sosial Yakobus Peduli di daerah Rinegetan. Waahh, kedatangan kami ternyata telah dinanti-natikan oleh oma opa yang berada disana. Kami berjumpa dengan pengelola panti Ibu Rosaly Mandang berserta 3 orang pengurus lainnya. Oma opa yang tersisa berjumlah 12 orang, dengan opa yang tertua berusia 88 tahun. Lansia di tempat ini tidak hanya beragama Kristiani tetapi ada juga yang muslim. Cerita lengkapnya silahkan klik Pergulatan Hidup dalam Kesederhanaan. Setelah bercakap-cakap dan bernyanyi bersama, rombongan kami pun melanjutkan perjalanan menuju Danau Tondano, dimana kami akan menyantap makan siang di RM. Terapung Lour. 


Pemandangan Danau Tondano

Oooo... nikmat jo!

Tasik Idol [dr. Patricia & Bu Afong] meramaikan suasana dengan suara merdu mereka...

Eiiitss... Pastor Berti pun tak mau kalah, duet maut dengan Bu Magda...

Setibanya di sana, tanpa menunggu waktu yang terlalu lama, makanan sudah mulai dihidangkan dari ikan bakar, ikan woku, soup macaroni, perkedel nike, perkedel jagung, kangkung cah, cap cay, dan tidak ketinggalan dabu dabu serta rica. Huhhaahh… pedis jo mar sadap sekaleeee do’e!!! beking perut sakit mar lidah so mao tambah trus.. Pastor Berti menyumbangkan suaranya untuk menghibur oma-opa yang sedang menikmati makan siang, ayo pastor jangan berlama-lama buang suara, nda kebagian menu nikmat. Nda salah toh, makan enak di Manado, lepas ziarah ngana pe bodi tambah berat. Selesai makan selesai pula semua hidangan, habis sampai titik terakhir. Puji Tuhan torang pe group senang makan enak hahahahaaaa. Perut so full, gerimis mulai turun, udara menjadi lebih dingin dan suasana mendukung untuk berleha-leha. Rico, dr Patricia, Bu Afong, Pastor Berti dan Bu Magda turut meramaikan siang ini dengan bernyanyi, ternyata kami bawa rombongan “Idol” heheheeee, dong pe suara enak di dengar… atau karena yang mendengarnya mengantuk ya??? Hihihi.


Cheerssss... on action... hmmm, ada tambahan anggota tuh!

Sekitar pukul 2 siang kami pun berangkat menuju Bukit Kasih. Memasuki Kota Kawangkoan, kita akan melihat beberapa gua Jepang, di sebuah tempat yang disebut Ranowangko. Bahkan,di kelurahan Sendangan, ada Gua Lima Puluh Kamar. Disebut Gua Lima Puluh Kamar, karena jumlah kamar di gua ini konon berjumlah 50 buah. Objek wisata ini sebenarnya menarik, tapi sayang pemerintah kabupaten belum menata dan mengolahnya secara serius. Di kelurahan Kinali ada juga Air Panas, yang bagus untuk terapi kesehatan. Bukit Kasih terletak di desa Kanonang di Kawangkoan, sekitar 55 kilometer dari Manado, Sulawesi Utara. Dibangun pada tahun 2002 sebagai pusat spiritual di mana penganut agama dari berbagai agama dapat mengumpulkan, bermeditasi dan ibadah berdampingan di bukit ini tropis yang rimbun dan berkabut. Bukit ini disebut Bukit Kasih karena merupakan tempat orang-orang dari agama yang berbeda dapat berkumpul dan beribadah berdampingan sebagai simbol kerukunan beragama dan damai. Lima rumah ibadah di sini, sebuah Gereja Katolik, gereja Kristen, kuil, masjid dan kuil Hindu dibangun di puncak kedua. Pada puncak pertama adalah cross 53 meter yang putih tinggi yang dapat dilihat bahkan dari pantai Boulevard di Manado. Selain itu, tempat ini diyakini menjadi tempat tinggal nenek moyang asli mana asli dari suku Minahasa, Toar dan Lumimuut. Wajah mereka yang diukir di lereng bukit di bawah puncak kedua. Kota Kawangkoan terkenal sebagai Kota Kacang, terkait dengan yang khas di kota ini, yaitu Kacang Sangrai yang gurih, lezat dan renyah. Kacang Sangrai pun menjadi salah satu sumber pendapatan bagi warga. Bberapa peserta rombongna kami sempat membeli beberapa kantong kacang sangrai. Rombongan kami tidak berlama-lama di tempat ini hanya sebatas berfoto bersama. Untuk naik keatas pun tidak memungkinkan karena sebagian besar peserta sudah tampak lelah. Akhir diputuskan untuk melanjutkan ke Danau Linow. 

Dalam perjalanan kami mampir di Rumah Kopi Sarinah, mo coba biapong ba dan temu [red: kacang hijau] ala Kawangkoang, hanya Dee dan Rico yang turun untuk membeli makanan tersebut. Di dalam bus sambil melaju menuju Danau Linow kami pun menikmati biapong yang panas tersebut... masih nge’pul nikmat jo!

Teteup eksis walaupun betis pegel-pegel...ckckckkk

Danau Linow memiliki kadar belerang tinggi dan warnanya selalu berubah. Semua perubahan warna tergantung pada sudut pandang dan pencahayaan tertentu. Di sekitar danau, pengunjung dapat menjumpai beragam satwa endemik, antara lain belibis dan ribuan serangga yang disebut penduduk setempat sebagai 'sayok' atau 'komo.' Serangga bersayap yang hidup di air ini juga biasa dikonsumsi oleh penduduk setempat. Meskipun panorama danau Linow indah, pengunjung tetap harus berhati-hati dengan adanya genangan lumpur panas mendidih yang ada di tepian danau. Untuk masuk ke lokasi wisata ini, per orang dikenakan biaya Rp.25.000,-/orang. Agak mahal memang untuk ukuran melihat danau saja, tapi semua itu terbayarkan dengan keindahan yang disuguhkan, sambil menikmati suasana kami mendapatkan secangkir teh/kopi dan dua buah kue bangket. Sayang kami tidak dapat menikmati pisang goreng di tempat ini karena sudah habis, karena kami baru tiba di lokasi pukul 18.00, sedangkan tempat ini sebenarnya tutup pukul 17.00, heheheee. Thanks to Rico yang berhasil menego pengelola danau sehingga masih membukakan pintu untuk kami. Matahari mulai menghilang dari pandangan kami, sepintas cahayanya perlahan mulai memudar. Hampir satu jam kami terbuai dengan keindahan danau ini. 
Hohohoooo...lapeeer so beking perut bagoyang trusss

Gelap malam mulai merayap menggantikan siang, kami segera berangkat untuk makan malam. Lelah sudah bada ini tetapi hati kami senang dan banyak kenangan indah yang kami nikmati selama perjalanan ini. Rico menawarkan untuk mencicipi kuliner minahasa, yang boleh dibilang ekstrem oleh sebagian orang mar so good for us kawanua, sebut saja ragey, RW, Tinoransak, saroy pait, bia santang, paniki dll. Maimo kita keman sera' sera' paemaan setou minahasa [red: mari kita makan makanan khas Minahasa]. Setelah menelusuri jalan yang agak panjang dan mengecek beberapa rumah makan yang kebetulan malam itu cukup ramai, akhir kami berhenti di RM. Risoma, tempatnya masih lebih bersih disini daripada yang sebelumnya. Cara penyajian hidangan disini seperti di rumah makan khas Padang, semuanya di gelar di meja, tinggal pilih mau cicip yang mana. Sayangnya paniki dan tikus tidak ada, Rico pun sudah kontak dengan rumah makan yang lain, hasilnya pun sama. Sajian malam itu diantaranya rw, babi rica, babi kecap, sayor pangi, sup kacang merah, iga ba, ayam woku, ayam rica, sate, de el el… mostly berlemak. Makanannya boleh dibilang enak dan pedasnya itu loh beking tambah tapi buat oma opa mereka tidak bias makan terlalu banyak, mengingat kolesterol dan darah tinggi mereka, bisa berbahaya itu kalo over.

Selesai sudah rangkaian acara hari ini, semua terlihat kekenyangan dan mengantuk, tong pe mata sudah 2.5 watt nyanda kase tawar2 lagi. Tapi doa bersama di dalam bus tidak ketinggalan diiringi beberapa lagu pujian untuk menutup hari. Selamat tidur semuanya, sleep well and nice dream. GBU always..

Cerita Lanjutan: WIsata Rohani M2B (D+3)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

            

Need something

Creative Commons License
Paguyuban Lansia Santa Monica by DeeColoay is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivs 3.0 Unported License.
Based on a work at stmonicahkyt.blogspot.com
.