Jumat, 11 Mei 2012

Wisata Rohani M2B (D+3)

Lokasi: Bunaken, Indonesia
Jumat, 11 Mei 2012. Pulau Bunaken

Udara pagi ini nampak cerah, dengan sedikit sisa hujan semalam. Beruntung kami menginap di hotel yang terletak dikawasan Boulevard, yang merupakan pusat keramaian dengan panorama Pulau Manado Tua di tengah lautan. Hari ini kami berencana untuk menyebrang ke Pulau Bunaken, yang terletak di Teluk Manado. 

Taman laut sekitar Bunaken merupakan bagian dari Taman Nasional yang juga termasuk laut di sekitar Pulau Manado Tua - atau Manado Tua, Siladen dan Mantehage. Air tembus laut Bunaken memungkinkan orang untuk dengan jelas melihat berbagai biota laut. Ada 13 spesies terumbu karang di taman ini, didominasi oleh pegunungan tepi dan pegunungan blok batu. Pandangan yang paling menarik adalah vertikal terumbu karang curam ceroboh yang terjun ke bawah sedalam 25-50 meter. Pesta mata Anda pada 91 jenis ikan yang ditemukan di Taman Nasional Bunaken, antara yang merupakan gusimi lokal dikenal kuda ikan (Hippocampus), OCI putih (Seriola rivoliana), kuning-ekor lolosi (Lutjanus kasmira), goropa (Ephinephelus spilotoceps dan Pseudanthias hypselosoma), ila Gasi (Scolopsis bilineatus) dan lain-lain.

 Di perahu Katamaran menuju Pulau Bunaken

Pukul 8 pagi kami sudah keluar dari hotel untuk menuju ke marina, yang hanya memakan waktu sekitar 5 menit. Setibanya di marina, Dee mengurus daftar nama untuk asusransi Jasa Raharja setelah data diberikan lalu kami pun naik ke perahu katamaran yang telah disiapkan. Langit biru tampak cerah dilintasi awan putih bak kapas menggulung, namun di kejauhan membayangi pulau Manado Tua, tampak awan keabu-abuan tersembul dibalik gunung, mudah-mudahan tidak hujan. Kami tetap bersemangat di dalam katamaran yang membelah laut dengan tenangnya. Angin perlahan  menerpa wajah kami dengan keharuman air laut yang sangat segar, ombak-ombak kecil berkejaran seakan ingin tiba lebih dahulu disisi pantai. Dari arah laut nampak deretan bangunan-bangunan megah di daratan Manado semakin mengecil dari pandangan, sementara pulau Bunaken dan Manado Tua mulai tampak jelas. Sesekali kami berpapasan dengan perahu katamaran yang lain, dan kami saling melambaikan tangan dengan penumpang lain. Perlahan tapi pasti perahu kami mendekati sisi Pulau Bunaken, dibeberapa titik bahkan kami sudah dapat melihat kedalam laut yang dangkal, beberapa terumbu karang nan indah, dengan mata telanjang. 

Gaya Oma Pau Ing menikmati ayunan perahu... 

Menikmati indahnya pemandangan bawah laut dari kaca perahu.

Setelah tiba dititik Taman Laut, perahu pun berhenti dan kaca pun diturunkan sehingga kami semua dapat memandang ke bawah dengan leluasa sembari menikmati indahnya pemandangan bawah laut yang terkenal itu. Kami sangat menikmati, hingga tak terasa cuaca sudah mulai berubah mendung. Rico pun memutuskan untuk membatalkan „pendaratan“ di Pulau Bunaken dan langsung kembali ke Manado, berhubung sebagian besar diantara kami adalah lansia maka akan beresiko tinggi kalau kami tetap memaksa untuk berlabuh. Dengan perasaan sedikit kecewa karena tidak dapat menginjakkan kaki di Pulau Bunaken, kami pun kembali ke daratan Manado. Angin sudah mulai bertiup kencang, gelombang ombak pun terasa semakin meninggi. 

Pulau Manado Tua yang sudah tertutup awan hujan, tinggal kaki gunung yang nampak.

Sekitar 4 km dari Pulau Bunaken hujan deras pun turun, rasa khawatir sempat meliputi kami semua karena gelmbang yang mengombang-ambingkan kapal kami pun terasa semakin kencang... hanya 2 hal yang dapat kami lakukan yaitu tetap tenang (haiiiyahhhh..... gak mungkin sih, tapi mau gimana lagi) dan doa yang semakin kencang, supaya diberi keselamatan hingga di tujuan. Hujan tetap tidak mereda dan ombak-ombak semakin besar besar bergulungan. Setelah melewati perairan kurang lebih 45 menit, perahu kami menuju ke jalur sungai di kampung nelayan daerah pasar berdikari, berhubung tidak memungkin untuk menepi di marina karena air pasang sudah 2 meter. Kami pun melihat banya katamaran yang sudah ditambatkan disana untuk menghindari gelombang besar. Eitsss, tunggu dulu…hujannya berhenti…huhuhuuu, matahari dengan senyum lebarnya segera menghiasi langit. Kemudian kami turun disalah satu tepian dan berjalan melewati kampung warga nelayan. Untuk mengobati rasa kecewa maka kami pun memutuskan untuk mampir di Tjie Mey, menikmati pisgor dan es brenebon… hohohohooo udara panas sekale! 

Pisang goreng bakasang ala Tjie Mey

Es Tjie Mey perpaduan pas antara kacang merah + alpukat + duren... sluuuurppp yummy!

Setelah duduk manis di dalam bus, akhir 20 menit kemudian kami pun sampai… di tempat yang dimaksud… Tjie Mey…yeey..yipiiiee, sudah terbayang tu pisang gereng dengan bakasang plus es Tjie Mey yang makyusss punya kombinasi antara kacang merah yang lembut tapi renyah + empuknya alpukat + liatnya duren + serutan es yang selalu menggiurkan… huuuaaaaa serbuuuu!! Setelah menunggu 10 menit [berasa 1 jam… udah haus berat euy], pisgor + sambal segera memenuhi meja kami, mari bersantap hmmm… selang 5 menit, rombongan es pun keluar dengan harum has perpaduan alpukat dan duren. Kami terlarut menikmati “jatah” masing-masing, waaahhh udah nggak pake tengok kanan-kiri, sikat jo. Pak Anta nampak beberapa kali berbincang-bincang dengan pasangan suami-istri di meja sebelah, cerita punya cerita akhir berlanjut berkenalan dan setelah diusut ternyata beliau berdua adalah keluarga Pastor Frans Pinoy Pr., haaiii yayaya… sempitnya ni dunia. Akhirnya percakapan kami dengan beliau berdua pun menjadi lebih akrab, Dee dan Pak Anta sempat berbicara dengan Pastor Frans via hp pamanya itu, senang rasanya bertemu akrab dengan mereka. Well, hari semakin siang, kami pun harus melanjutkan perjalanan. 

Kain Tenun Bentenan

Kain Sutra Bentenan.

Sekitar pukul 11, kami menyempatkan diri ke KAREMA [Kreasi Masyarakat Sulawesi Utara], pusat kain Bentenan. Hingga sekarang ini Yayasan Karema telah berhasil mengkreasikan produk tenunan kain Bentenan bermotif Kaiwu Patola, Tinonton Mata, Lengkey Wanua, dan Pinatikan. Motif-motif ini mewakili suku-suku yang ada di Minahasa. Motif-motif lain yang dihidupkan kembali oleh Yayasan Karema adalah Pinatikan Bantik, Koffo Sangihe Talaud dan motif Sinoi. Kain Tenun Bentenan asli sangat mahal harganya. Sehingga yayasan ini juga telah memproduksi kain Bentenan dalam bentuk print. Untuk harga kain tenun Bentenan asli berkisar IDR 1,4 - 2,4 juta per potong, kain sutra Bentenan berkisar IDR 650.000,-, sedangkan kain chiffon Bentenan berkisar IDR 350.000,- dan untuk kain printed fabric jauh lebih murah, dimulai dari IDR 75.000,-/meter. Bila dipandang sepintas keindahannya tidak jauh berbeda dengan yang motif tenun yang asli. Banyak orang suka yang memakainya. Lantaran, kain tenun Bentenan print juga memiliki kekhasannya sendiri. Lembut dan bermotif keindahan alam yang khas di Sulut. Ingin tau info lebih lanjut tentang Kain Bentenan, klik: Kain Bentenan, Warisan Leluhur. Kalau sudah urusan tenunan begini biasanya dr. Patricia langsung tertarik. Yuppp, betul! Beliau langsung menelusuri kain tenunan yang dipajang, juga kain print yang masih di roll sempat menarik perhatiaanya. Oma Pau Ing juga ternyata senang dengan motif-motif Minahasa ini. Setelah puas melihat-lihat dan belanja karya seni masyarakat Minahasa ini, kami pun harus meninggalkan Karema, sekarang menuju ke RM. Wahaha... makan siang. 

Kurang lebih pukul 12.00 kami tiba di RM. Wahaha, langsung menuju ruangan yang telah dipesan. Rumah makan ini  berlokasi di tepi pantai, sehingga menguatkan suasana laut yang sepoi dengan debur-debur ombak yang sesekali terdengar. Tak lama berselang hidangan pun tersaji, sayor papaya, goropa woku blanga yang sedap sekale, bobara bakar rica, bakmi goreng, ayam kecap, tidak ketinggalan dabu-dabu lilang, hmmm ada yang terlewat...duh lupa euy. Pokoknya semua santapan ludes...des...desss.. lapar jo, maklum ya. Rico kemana ya.... oooohhh, pasti sedang mencoba ”mike” alias menyanyi dulu seblum makan, hohohoooo. Dalam dialek Minahasa, rica adalah cabe. Sedangkan dabu-dabu adalah sambal. Dabu-dabu lilang mengacu pada sambal yang tidak diulek, melainkan semua bahannya diiris. Bawang merah, cabe rawit, tomat hijau diiris halus, dan kemudian dilumat dengan perasan lemon cui (limau kasturi). Selesai makan kami menuju ke Merciful Building, saatnya belanja... rasanya kurang ok kalo nggak belanja ya... heheheee ibu-ibu, biasalah. Sesampainya di MB, bagian pencicipan makanan langsung di serbu, termasuk klappertaart, uiiihhh ini yang dicari do’e. Selesai icip sana-sini... mulailah hunting makanan2 tersebut, kecuali klappertaart yang harus dipesan dahulu... bagian Dee untuk menerima pesanan. Sebagian oma-oma tertarik ke tempat kaos-kaos, untuk anak cucu toh. Satu jam berlalu tanpa terasa, kecuali keranjang belanjaan mereka so penuh, wuuihhh... ayo bayar dulu, thanks to MB team yang sudah membantu packing juga ya.. Datang tangan kosong, bale tangan full dengan belanjaan...hmmm, mudah-mudahan tidak over bagage di pesawat nanti. Lelah, berkeringat, dan kekenyangan karena icip-icip, kami semua kembali ke hotel untuk istirahat sebentar dan menyegarkan diri, karena sesuai rencana malam ini kami akan ikut misa di Biara MSC Pineleng.

Foto bersama seusai misa

Keliling biara sebelum melanjutkan perjalanan

Pukul 16.30, kami tiba di Biara MSC Pineleng, gerimis menyambut kami dengan sejuknya udara pegunungan. Pohon rimbun berada disekitar biara ini. Sepi sekali, tak nampak orang lalu lalang, beruntung kami berjumpa dengan salah satu frater, kami bertanya letak kapel dan arah jalan menuju kesana, dengan ramah ia pun membantu kami menuju tempat yang dimaksud. Berhubung misa baru mulai pukul 17.00, maka kami pun berkesempatan untuk rosario bersama. Tepat pukul 17.00 misa pun dimulai dipimpin oleh Pastor..., seusai misa kami sempat berbincang-bincang dengan para pastor dan mendapat kesempatan untuk melihat-lihat biara. Ada 58 frater yang sedang menjalani pendidikan di biara ini, semoga mereka dapat menjadi gembala seutuhnya sebagaimana panggilan hidup telah menetukan takdir mereka. Pukul 18.30 kami keluar dari biara tersebut dan melanjutkan perjalanan untuk makan malam. 10 menit perjalanan kami lancar, namun ditengah jalan, kendaraan mulai merayap... ada apa gerangan... Rencanan makan malam kami yang semula pukul 19.00 terpaksa diundur karena arus yang merayap ini. Ternyata telah terjadi kebakaran di kios bensin yang terletak disisi jalan, sehingga menggangu arus kendaraan. Tak lama berselang ada bus yang mogok pula... waaahh, cacing-cacing di perut sudah berjoget ria ini... Sekitar pukul 20.00 bus kami baru terbebas dari kepadatan arus tersebut. Akhir kami sampai di RM. Puncak Manado, tempat kami akan menikmati makan malam terakhir kami di Manado ini sebelum kembali ke Tasikmalaya.

Selamat menikmati

Sapi lada hitam, mie goreng saos tiram dan cumi tepung roti masih menjadi andalan resto ini, rasanya... silahkan dicoba sendiri ya... Nikmatnya makan malam ini dilengkapi pemandangan kota Manado diwaktu malam, dengan lampu-lampu bangunan dan udara yang sejuk menyegarkan, hilang sudah lelah kami karena macet sebelumnya. Terbukti lapar berat karena sajian makanan pun kembali habis... hahahaaaa so kenyang so full. Malam ini kami sudah tidak berencana untuk berkunjung ke tempat lain karena kami harus beres-beres, besok kami akan kembali ke Tasikmalaya. Dalam perjalanan ke hotel tetap diiringi dengan lagu-lagu pujian dan doa penutup hari. Setibanya di hotel kami pun langsung menuju kamar masing-masing, beberes kemudian istirahat. Happy packing... sleep well GBU.

Cerita Lanjutan: Wisata Rohani M2B (D+4)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

            

Need something

Creative Commons License
Paguyuban Lansia Santa Monica by DeeColoay is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivs 3.0 Unported License.
Based on a work at stmonicahkyt.blogspot.com
.